JAKARTA, PERINDONEWSTV.COM — Polemik dunia pendidikan kembali mengemuka. Pemerintah pusat disebut telah menggelontorkan anggaran fantastis hingga Rp750 Miliar untuk program Pembelajaran Mendalam (PM), namun di lapangan sekolah-sekolah justru tetap dipaksa mengeluarkan biaya tambahan sekitar Rp4 juta per peserta dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Di Sulawesi Selatan, kegiatan pelatihan PM bagi guru SMA/SMK dilaksanakan oleh Balai Besar Guru dan Tenaga Kependidikan (BBGTK) Sulsel bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel. Fakta di lapangan menunjukkan, pihak sekolah diminta menanggung biaya seragam Rp4 juta per peserta, meski pemerintah pusat telah menyiapkan dana jumbo.
Padahal, penggunaan dana BOS sudah diatur dalam Permendikdasmen Nomor 8 Tahun 2025. Regulasi itu menegaskan bahwa pelatihan harus dilakukan di tingkat sekolah secara berkesinambungan, bukan dipaksakan melalui pola seragam dari lembaga eksternal. Praktik pungutan seperti ini dinilai menyalahi semangat kebijakan BOS yang seharusnya memberi keleluasaan sekolah untuk menyesuaikan kebutuhan masing-masing.
Ketua Umum Persatuan Jurnalis Siber Indonesia (Perjosi), Salim Djati Mamma, menilai fenomena ini sebagai bentuk penyalahgunaan orientasi kebijakan pendidikan.
“Kami melihat ada praktik pemborosan anggaran dan potensi penyalahgunaan wewenang. Ketika Rp750 Miliar sudah dialokasikan, mestinya tidak ada lagi pungutan tambahan dari sekolah. Fakta bahwa sekolah tetap dipungut Rp4 juta per peserta menunjukkan adanya pola ganda yang merugikan rakyat, sehingga saya menduga kuat ini adalah proyek pendidikan” tegas Salim.
Ia menyebut akar masalah terletak pada mentalitas birokrasi yang memandang pelatihan guru sebagai ladang proyek, bukan investasi perubahan.
“Perubahan mindset guru tidak lahir dari hotel berbintang atau seminar berbiaya fantastis. Itu lahir dari kesadaran, dari interaksi sejati dengan murid, dari kejujuran dan refleksi diri. Hal-hal seperti ini tidak butuh miliaran rupiah, melainkan kemauan,” tambah Mantan Wakil Ketua PWI Sulsel.
Bung Salimsapaan akrab Ketum Perjosi ini juga menegaskan, pola serupa sudah berulang sejak era KTSP, Kurikulum 2013, hingga Kurikulum Merdeka. Triliunan rupiah telah dihabiskan untuk seminar, workshop, dan program Guru Penggerak maupun Sekolah Penggerak, tetapi hasil riil di ruang kelas nyaris tak terlihat, Rakyat selalu jadi korban.
“Ini lingkaran setan. Uangnya besar, programnya mewah, tapi hasilnya minim. Rakyat selalu diminta membayar biayanya, baik melalui pajak maupun pungutan dari sekolah,” ujarnya.
Mantan Wakil Ketua PWI Sulsel itu pun mendesak aparat hukum, BPK, hingga KPK untuk segera mengaudit program ini agar tidak menjadi proyek mercusuar yang hanya meninggalkan jejak kegagalan.
Lebih jauh, Wartawan Senior dibidang kriminal ini, meminta Presiden Prabowo Subianto turun tangan mengevaluasi kinerja Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).
“Jika presiden tidak tegas melakukan evaluasi, praktek serupa akan terus berulang. Rakyat lagi-lagi jadi korban,” tegas Bung Salim.
Adik Mantan Wakabareskrim ini juga mendesak DPR RI, khususnya Komisi X yang membidangi pendidikan, segera menggelar rapat kerja khusus dengan Kemendikdasmen untuk mengusut penggunaan dana Rp750 miliar tersebut, termasuk alasan pungutan Rp4 juta yang dibebankan kepada sekolah.
“Ini bukan hanya masalah teknis pelatihan, tetapi menyangkut kredibilitas pemerintah dalam mengelola dana pendidikan rakyat, saya bisa menyimpulkan bahwa sebenarnya PM itu peroyek Menteri” pungkas pria kelahiran Srilangka ini.(al/akc)